Sorot lampu mobil kami menerangi pekarangan rumah kakek yang tampak bersih dan teratur karena dihiasi pagar hidup bunga kaca piring dan beluntas, tiba-tiba aku melihat ada binatang sebesar kucing dan bentuknya mirip celeng melintas, mobil ayah hampir menabraknya.
"Huss! Huss!" seruku mengusir binatang itu, Namun, serta merta tercium bau menyengat Aku, Ayah dan Ibu segera menutup hidung kami bertiga merasa tidak nyaman dengan bau yang tidak mengenakan tersebut.
Kulihat kakek membuka pintu dan turun ke pelataran sambil berteriak "Sa'ad Sado! Sa'ad Sadoo", mobil diparkir ayah tepat dipelataran dan kami lekas keluar mobil, sedangkan aku langsung bertanya dengan lugu kepada kakek " Apa maksud kakek meneriakkan kata-kata tadi, Kek?. Sementara ayah dan ibu hanya tersenyum mendengar pertanyaanku.
"Ooo, saat Kakek teriak ketika tercium bau kentut gubang itu tadi?" kata kakek sambil membelai kepalaku.
"Kentut gubang? Apa itu semacam hantu, Kek?" sahutku menerka-nerka sambil merapatkan tubuhku dengan kakek.
"Hmm, bukan cucuku! Begini, gubang itu sejenis binatang yang berkeliaran di malam hari. dia tidak buas, besarnya kurang lebih sebesar kucing, warna bulunya hitam berloreng kuning, bentuk tubuhnya mirip celeng. Jika dia merasa terganggu, maka dia melepaskan bau tak sedap di duburnya untuk menghindari bahaya.
(Dan kakekpun meneruskan ceritanya)
Dulu, tersebutlah seorang pemuda. Ia tinggal di sebuah kampung, di ujung pergunungan meratus. Orang kampung biasa memanggilnya Sa'ad. Konon, nama lengkap pemberian ortunya adalah Sa'ad Sado. Ia dikenal sebagai pemuda yang tampan dan berotak cerdas.
Kian hari kian banyak orang memuji Sa'ad Sado. Sayang, pujian demi pujian itu bukan membuatnya rendah hati, tapi malah menjadikannya besar kepala.
Suatu saat warga hendak membangun sebuah balai. Maka tentu saja warga meminta jasa Sa'ad Sado sebagai perancang sekaligus tukangnya.
"Pada hari yang telah disepakati, puluhan warga mulai turun bekerja dibawah pimpinan Sa'ad Sado, pekerjaan berat itu memerlukan waktu berminggu-minggu. Dengan sebilah belayung, pahat, dan palu, Sa'ad Sado mulai bekerja mengupas dan menghaluskan pohon meranti yang masih berupa kayu gelondong.
Ketiaka Sa'ad Sado sedang asik mengupas kayu gelondong itu, tiba-tiba terdengar suara dari salah seorang yang hadir dengan nada menggurui atau menasehati Sa'ad Sado.
Sa'ad Sado tak menyahut. Ia teru5 saja bekerja, tanpa mempedulikan nasihat orang itu. Bahkan ketika na5ihat itu diul4ng-ulang, ia tetap bergem1ng. Sa'ad Sado memang punya tabiat tak suka dinasihati.
Kekhawatiran warga kalau-kalau tiang utama itu tak dapat dimanfaatkan karena kekecilan, akhirnya jadi kenyataan. Semua warga sangat kecewa atas ulah Sa'ad Sado kali ini. mereka tak sabar dan marah. Sebagai pernyataan tak senang kepadanya, setiap warga yang datang selalu mengentuti. Akhirnya tubuh Sa'ad Sado berbau busuk. Besambung..
"Huss! Huss!" seruku mengusir binatang itu, Namun, serta merta tercium bau menyengat Aku, Ayah dan Ibu segera menutup hidung kami bertiga merasa tidak nyaman dengan bau yang tidak mengenakan tersebut.
Kulihat kakek membuka pintu dan turun ke pelataran sambil berteriak "Sa'ad Sado! Sa'ad Sadoo", mobil diparkir ayah tepat dipelataran dan kami lekas keluar mobil, sedangkan aku langsung bertanya dengan lugu kepada kakek " Apa maksud kakek meneriakkan kata-kata tadi, Kek?. Sementara ayah dan ibu hanya tersenyum mendengar pertanyaanku.
"Ooo, saat Kakek teriak ketika tercium bau kentut gubang itu tadi?" kata kakek sambil membelai kepalaku.
"Kentut gubang? Apa itu semacam hantu, Kek?" sahutku menerka-nerka sambil merapatkan tubuhku dengan kakek.
"Hmm, bukan cucuku! Begini, gubang itu sejenis binatang yang berkeliaran di malam hari. dia tidak buas, besarnya kurang lebih sebesar kucing, warna bulunya hitam berloreng kuning, bentuk tubuhnya mirip celeng. Jika dia merasa terganggu, maka dia melepaskan bau tak sedap di duburnya untuk menghindari bahaya.
(Dan kakekpun meneruskan ceritanya)
Dulu, tersebutlah seorang pemuda. Ia tinggal di sebuah kampung, di ujung pergunungan meratus. Orang kampung biasa memanggilnya Sa'ad. Konon, nama lengkap pemberian ortunya adalah Sa'ad Sado. Ia dikenal sebagai pemuda yang tampan dan berotak cerdas.
Kian hari kian banyak orang memuji Sa'ad Sado. Sayang, pujian demi pujian itu bukan membuatnya rendah hati, tapi malah menjadikannya besar kepala.
Suatu saat warga hendak membangun sebuah balai. Maka tentu saja warga meminta jasa Sa'ad Sado sebagai perancang sekaligus tukangnya.
"Pada hari yang telah disepakati, puluhan warga mulai turun bekerja dibawah pimpinan Sa'ad Sado, pekerjaan berat itu memerlukan waktu berminggu-minggu. Dengan sebilah belayung, pahat, dan palu, Sa'ad Sado mulai bekerja mengupas dan menghaluskan pohon meranti yang masih berupa kayu gelondong.
Ketiaka Sa'ad Sado sedang asik mengupas kayu gelondong itu, tiba-tiba terdengar suara dari salah seorang yang hadir dengan nada menggurui atau menasehati Sa'ad Sado.
Sa'ad Sado tak menyahut. Ia teru5 saja bekerja, tanpa mempedulikan nasihat orang itu. Bahkan ketika na5ihat itu diul4ng-ulang, ia tetap bergem1ng. Sa'ad Sado memang punya tabiat tak suka dinasihati.
Kekhawatiran warga kalau-kalau tiang utama itu tak dapat dimanfaatkan karena kekecilan, akhirnya jadi kenyataan. Semua warga sangat kecewa atas ulah Sa'ad Sado kali ini. mereka tak sabar dan marah. Sebagai pernyataan tak senang kepadanya, setiap warga yang datang selalu mengentuti. Akhirnya tubuh Sa'ad Sado berbau busuk. Besambung..
Comments
Post a Comment